Larry Bossidy
Memilih Tim Inti dengan Bijak
Banyak anak banyak rezeki. Itu kata orang-orang zaman dulu sebelum
keluarga berencana diterapkan. Sekarang, prinsip hidup sudah berubah,
sedikit anak, sukses bagi orang tua dan juga anak di masa depan.
Namun, Larry Bossidy merupakan pengecualian. Bapak dari sembilan anak
ini ternyata sukses memimpin perusahaan internasional dengan 77.000
pegawai yang beroperasi di 44 negara serta membukukan total
pendapatan fantastis, yaitu: sebanyak $ 15 miliar. Siapa bapak yang
sukses tersebut? Apa kiat suksesnya dalam bisnis? Simak yang berikut.
Menghormati Karyawan
Pemimpin, siapa pun dia, tidak akan berhasil tanpa bantuan orang
lain. Demikian juga dengan pemimpin bisnis; jika ingin sukses, mereka
harus menghormati rekan kerja mereka yang mendukung kegiatan bisnis
mereka sehari-hari. Inilah yang disadari benar oleh Larry Bossidy. Ia
merasa bahwa seorang pemimpin lebih membutuhkan pendukung daripada
pendukung membutuhkan pemimpin. Untuk itu, jika ia telah mendapatkan
pendukung yang pas, ia akan menjaga hubungan baik dengan pendukung
(baca: karyawan) tersebut. Menurut Bossidy, tugas seorang CEO adalah
mengelola manusia yang terlibat (terutama karyawan) untuk mencapai
tujuan bersama. CEO bertugas untuk menjaga minat dan dedikasi
karyawan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Caranya?
Dengan menjaga komunikasi yang efektif dengan mereka.
Memilih yang Positif
Guna mendapatkan pendukung yang tepat, Larry Bossidy menetapkan
kriterianya sendiri, yaitu: Positif, memiliki ambisi untuk sukses dan
team player. Faktor utama yang disebut oleh Bossidy adalah berpikir
positif. Semua orang sukses (baik dalam pekerjaan atau dalam bisnis)
memiliki cara berpikir positif. Cara berpikir ini banyak membantu
untuk lebih jeli dalam melihat dan meraih kesempatan. Memiliki
pikiran positif saja tidaklah cukup, seseorang perlu memiliki ambisi
yang kuat untuk sukses. Ambisi ini akan menjadi energi yang membakar
semangat orang tersebut untuk berusaha yang terbaik mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Selanjutnya adalah team player. Ambisi yang tinggi bukan merupakan
jaminan sukses. Ambisi ini perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk
bekerja sama dalam sebuah tim, karena semakin besar bisnis yang harus
ditangani, semakin kita merasa perlunya dukungan orang lain (dalam
hal ini karyawan). Jadi, jika sikap positif dikombinasi dengan ambisi
yang positif serta hubungan kerja sama yang juga positif, maka
hasilnya umumnya bisa menjadi tiga kali lebih positif.
Mengenal Talenta
Larry Bossidy menyatakan bahwa seorang pemimpin perlu mengenal dengan
baik dirinya sendiri maupun orang-orang yang bekerja sama dengannya
dalam satu tim. Dengan saling mengenal, anggota tim bisa saling
mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan anggota tim. Dengan demikian
satu anggota tim bisa menyumbangkan kemampuan yang saling melengkapi
dengan anggota tim lainnya.
Ketika Larry Bossidy diangkat menjadi CEO di Allied Signal (Honeywell
International Inc), ketiga prinsip inilah yang menjadi pegangannya,
yaitu berpikir positif dan mengenal talenta diri dan anggota tim
pendukung. Anda ingin seperti Larry? Selamat mencoba.
Tas Dari Bahan Kain Bekas Diekspor ke Brazil & Spanyol
Sisa-sisa potongan kain bekas dari limbah pabrik tekstil yang
biasanya banyak dibuang ke tempat sampah, namun bagi Titik Widarti
justru kain bekas bisa dimanfaatkan untuk bahan pembuatan kerajinan
tangan tas maupun souvenir rumah tangga.
Berawal dari hobinya menjahit bordil seprei dan sarung tangan,
pengusaha yang akrab disapa Titik ini, melakukan kreasi dari sisa
potongan kain bekas limbah itu untuk dibuat taplak meja, gordyn,
sarung bantal, seprei, dan berbagai jenis souvenir. Dan hasilnya pun
lumayan. Dari kerajinan yang dibordil itu ternyata banyak diminati
kalangan ibu-ibu peserta PKK dan arisan di tempat dekat rumahnya.
Berkat kejeliannya melihat peluang pasar itu, Titik mulai melebarkan
sayap usahanya dengan mencoba kecil-kecilan membuat tas belanja, tas
santai, dan tas untuk bepergian. Kerajinan tangan tas itu lalu ia
coba pasarkan ke berbagai daerah Bali, Kalimantan dan Jakarta. Dari
ketiga daerah yang ia jelajahi, rupanya hanya Bali yang banyak
pemesannya. "Sejak itu pula kerajinan tas saya mulai banyak diminati
para turis asing. Bahkan salah satu turis dari Brazil dan Spanyol
terus minta order hingga kini," katanya.
Sudah hampir lima tahun, kerajinan tangan tas berhasil menembus pasar
ekspor negara Samba dan Spanyol. Nilai ekspornya tak begitu besar.
Namun diakui Titik, meski nilainya hanya Rp 27 juta setiap bulannya,
tapi berjalan rutin hingga kini. "Nilai ekspornya kecil, tapi saya
merasa puas karena saya bisa banyak belajar menciptakan berbagai
model tas sesuai pesanan eksportir itu," ungkapnya.
Dia mengakui kalau ketrampilan dalam membuat berbagai kerajinan
tangan tas itu diperolehnya dari pengalaman ekspor. Karena setiap
model yang dibuatnya mengikuti pesanan yang datang dari
eksportir. "Saya merasa dipandaikan oleh konsumen. Saya yang tadinya
ngga bisa bikin tas beragam model, sekarang saya bisa. Jadi, saya
bisa punya ketrampilan seperti ini karena konsumen," selorohnya.
Usaha kerajinan yang dirintis sejak 1995 dengan bendera Tiara
Handycraft itu awaknya hanya bermodalkan Rp 500 ribu, plus dua unit
mesin jahit. Untuk memulai usahanya ia merekrut enam orang pekerja
dari penyandang cacat tuna rungu dan anak-anak yang putus sekolah.
Dengan modal kecil ia tak perlu kontrak untuk tempat usahanya, tapi
memanfaatkan rumahnya sendiri di daerah Sidosermo Surabaya. "Mula-
mula enam orang yang mau kerja itu merasa kaget, dikira saya cuma
main-main. Karena mereka melihat bahan kain yang saya pakai limbah
pabrik tekstil. Tetapi setelah saya jelaskan kalau bahan kain bekas
limbah ini punya nilai ekonomis, eh.. mereka malah kaget," ujarnya.
Setelah hampir 10 tahun, Tiara Handycraft dengan menerapkan konsep
manajemen bakulan ternyata terus menapak meraih berbagai penghargaan
tingkat nasional maupun internasional. Pada 2005 lalu Titik pernah
memperoleh penghargaan dari PBB karena dinilai berhasil melakukan
pembinaan terhadap pekerja penyandang cacat. Memang dari sejumlah 70
pekerjanya sekitar 80 persen terdiri dari penyandang cacat tuna
rungu, tuna wicara dan tuna daksa. Sedangkan 20 persennya lagi
berasal dari anak-anak yang putus sekolah.
Selain itu penerapan manajemen bakulan pada bidang usahanya yang
dinilai sukses mengatasi berbagai kesulitan, juga menorehkan
penghargaan Komite Nasional Pencanangan Tahun Mikro-Kredit
International pada 1995. "Entah, saya nggak tahu apa kriterianya.
Cuma dari awal saya memperoleh pinjaman dana jumlahnya tak pernah
besar. Tapi selalu Tunas. Pertama kali saya dapat kredit dari Pemkot
Surabaya cuma Rp5 juta, kedua dari FTP Rp4 juta, ketiga dari PLN Rp4
juta. Dan sekarang PLN memberi pinjaman Rp30 juta. Ini pinjaman tanpa
agunan," cetus Titik.
Sebenarnya ia ingin mengembangkan usahanya dari pinjaman bank atau
lembaga keuangan lain, namun karena tak memiliki agunan maka usaha
kecil seperti ini tidak pernah mendapat fasilitas kredit.
"Jangankan dari swasta, pemerintah pun yang sudah tahu prestasi usaha
saya, tak sedikit pun ada perhatian terhadap nasib usaha kecil
seperti saya. Padahal aset dalam usaha saya sudah mencapai Rp150
juta, tapi kenyataannya saya sulit mendapat pinjaman," keluh Titik.
Kain bekas itu diperolehnya- secara barter dari pabrik tekstil. Titik
mengambil limbah potongan kain bekas untuk dipakai bahan tas, lalu
produk jadinya (tas) dibeli dengan harga pokok 40 persen lebih
rendah. "Kalau seumpama harga pokok penjualan tas itu RplOO ribu,
maka saya harus menjualnya dengan harga Rp60 ribu kepada pabrik yang
saya ambil limbahnya. Berarti nilai bahan kain bekas itu seharga Rp40
ribu untuk satu tasnya," paparnya.
Selama ini dalam praktik barter yang sudah berlangsung antara Titik
dengan pabrik tekstil dilakukan tanpa ada transaksi lagi pembelian
bahan kain bekas tersebut. "Maksudnya, saya tinggal mengambil bahan
kain bekas dari limbah pabrik itu, lalu setelah saya bikin tas,
produk jadinya langsung dibayar seharga 40 persen lebih rendah dari
harga pokok penjualan." Produk kerajinan tangan Tiara Handycraft ini
memang dipasarkan melalui dua cara penjualan. Pertama, hasil
kerajinan tangan jenis tas langsung dibeli oleh pabrik tekstil tempat
mengambil limbah bahan kain bekas, dan kedua, dipasarkan sendiri
melalui penjualan langsung kepada buyers lokal maupun asing.
Harga jenis kerajinan tas untuk kualitas ekspor paling murah Rp85
ribu sampai yang paling mahal Rp250 ribu/unit. Sedangkan untuk produk
souvenir dijual seharga terendah Rp12.500-Rp25.000/ unit Produk
souvenirnya sendiri hanya dipasarkan untuk buyers lokal. "Memang
untuk produk souvenir ini belum bisa menembus ekspor. Karena
kebanyakan produknya berupa�pernikpernik seperti asesoris gantungan
tas dan lain-lain," ucapnya.
(Arief Rahman, Pengamat usaha kecil yang berdomisili di Surabaya).
No comments:
Post a Comment