Sunday, August 13, 2006

"Knowledge Business"

Oleh: Roy Sembel,
Direktur MM Finance and Investment, Universitas Bina Nusantara
(www.roy-sembel.com),
Sandra Sembel,
Direktur Utama Edpro (Education for Professionals),
edpro@cbn.net.id

Knowledge Business? Bisnis jenis apa lagi yang satu ini? Menurut
Ralph Larson dari Johnson and Johnson, semua pelaku bisnis di
berbagai industri perlu melihat bisnisnya sebagai knowledge business.
Anggapan ini sangat membantu dalam mengambil keputusan menuju sukses.

Mengapa harus knowledge business? Simak informasi berikut.

"Product vs Knowledge"
Apa bisnis yang Anda tekuni? Jika pertanyaan ini yang diajukan pada
Ralph Larsen, CEO Johnson and Johnson, dengan tegas ia akan
mengatakan Knowledge Business. Ada dua alasan yang bisa mendukung
jawaban Ralph Larsen tersebut.
Faktor Pembeda. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi,
produk bukanlah lagi menjadi faktor pembeda karena untuk bertahan
dalam industri yang ditekuni, perusahaan perlu memenuhi kriteria
tertentu dalam fisik produk yang dijual. Jika standar tidak
terpenuhi, otomatis bisnis akan gulung tikar. Jadi, pemain yang ada
di pasar semuanya sudah memiliki produk yang unggul (telah memenuhi
standar).

Setelah produk memenuhi standar, kualitas layanan juga menjadi
perhatian untuk dibenahi. Ternyata makin banyak perusahaan yang
menyadari pentingnya kualitas layanan. Hasilnya? Kualitas layanan pun
makin ditingkatkan, hal ini mengakibatkan kualitas layanan dalam
industri yang sama semakin lama semakin mirip satu dengan yang
lainnya. Lalu, apa yang bisa menjadi faktor pembeda kita dengan
lawan? Ralph Larsen mengusulkan bahwa knowledge-lah yang bisa
dijadikan titik pembeda. Perusahaan yang paling mampu memenuhi
kebutuhan informasi pelanggan, perusahaan itulah yang cenderung akan
dipilih oleh pelanggan jika produk dan kualitas layanan sudah semakin
serupa.

Konsumen butuh informasi. Konsumen dalam membeli produk diawali
dengan adanya kebutuhan akan informasi mengenai fungsi yang
ditawarkan produk tersebut (jadi yang sebenarnya dibutuhkan bukanlah
produknya, tetapi informasi yang ditawarkan oleh produk yang
dihasilkan). Misalnya: Andi membeli kamera digital, bukan karena ia
mau membeli kamera digital, tetapi karena ia memerlukan produk yang
dapat menjawab kebutuhannya akan informasi gambar yang instan dan
bisa segera dilihat hasilnya saat itu juga (melalui kamera atau di-
print di rumah), tidak harus selalu tergantung pada photo lab untuk
mencetakkannya.

Tentunya dalam memilih produk, ia perlu mengumpulkan informasi
mengenai berbagai jenis kamera digital yang ada di pasar, dan fungsi-
fungsinya yang sesuai dengan fungsi yang dibutuhkannya. Jika ia
memerlukan kamera untuk snapshot pelengkap berita yang akan ditulis,
maka ia membutuhkan kamera yang praktis namun dengan hasil gambar
yang tajam. Perusahaan kamera digital yang berhasil memberikannya
informasi yang diperlukanlah (misalnya: jenis, kualitas, harga,
kegunaan, aksesori tambahan yang dapat menunjang kualitas) yang akan
lebih mengena di hati pelanggan tersebut.

"Knowledge Business Companies"
Lalu, perusahaan mana saja yang sudah menerapkan knowledge business
dalam kegiatan operasionalnya?

Johnson and Johnson. We don't look at ourselves as being in the
product business. We are in the knowledge business. Begitulah yang
dikatakan oleh Chairman dan CEO Johnson and Johnson, Ralph Larsen.
Kata-kata indah ini bukan hanya bagus untuk menghias dinding ruang
kerja, tetapi yang lebih penting adalah merupakan prasyarat yang
perlu dimiliki semua perusahaan dengan produk apa pun juga.
Di Johnson and Johnson, hal ini diterapkan dengan pembekalan
informasi bagi pimpinan dan karyawan untuk mendapatkan fungsi
operasional dan manfaat dari sebuah produk unggulan ataupun produk
baru.

Kegiatan ini diadakan secara intensif pada akhir tahun. Masing-
masing divisi diminta untuk mempresentasikan business plan mereka
untuk tahun mendatang, termasuk fungsi dan spesifiksi jenis produk
baru yang akan diluncurkan dan mengadakan pertukaran informasi dan
saling melengkapi informasi yang kurang. Tujuannya adalah agar ketika
harus menghadapi pelanggan, perusahaan tidak lagi ragu-ragu, tetapi
sudah sangat paham akan segala informasi solusi yang diperlukan oleh
pelanggan yang bisa ditawarkan oleh perusahaan.

Perusahaan lainnya. Seorang rekan penulis menceritakan pengalamannya
ke salah satu perusahaan penjual alat-alat pertukangan. Ketika menuju
toko tersebut, yang ada dibenaknya adalah membeli sebuah alat
tertentu. Sesampainya teman penulis di toko tersebut, penjaga toko
tidak mengajukan pertanyaan pada umumnya: produk apa yang ingin bapak
beli, melainkan ia bertanya apa yang bapak sedang atau ingin buat.
Setelah itu ia pun memberi informasi mengenai bahan-bahan yang
diperlukan serta alat-alat utama yang bisa digunakan, serta kegunaan
dari alat-alat tersebut.

Ternyata setelah mendapat informasi dari sang penjual, rekan saya
tersebut tidak jadi membeli apa yang tadinya ingin ia beli, melainkan
membeli alat seperti yang disarankan oleh penjual. Hasilnya? Rekan
saya tersebut sangat puas, bahkan ia sangat berterima kasih atas
informasi yang diberikan. Tanpa informasi tersebut, mungkin ia sudah
membeli barang yang sebenar tidak terlalu banyak kegunaannya bagi
proyek yang sedang ia kerjakan di rumah.

Apakah "Knowledge Business"?
Lalu, apakah sebenarnya knowledge business itu? Pembahasan tiga hal
berikut dapat membantu Anda untuk memahami knowledge business.
Fokus pada kebutuhan informasi pelanggan. Dulu dalam menjual sebuah
produk, fokus penjual adalah kualitas produk. Namun dengan semakin
distandarisasinya kualitas produk, maka kualitas produk
antarperusahaan pun semakin serupa. Untuk itu diperlukan titik beda
berikutnya, yaitu kualitas layanan.

Hal yang sama terjadi pula dengan kualitas layanan yang telah
distandardisasi dengan peraturan resmi maupun kode etik industri.
Kualitas ini pun semakin serupa antarsatu perusahaan dengan
perusahaan lainnya. Yang menjadi titik beda berikutnya adalah
pemberian informasi yang lebih tepat, lebih lengkap, dan disampaikan
pada waktu yang tepat (tidak terlalu awal, tidak terlalu lama).

Karena produk dan layanan hanyalah penunjang, yang utama adalah
pemberian solusi pada pembeli. Solusi ini akan menjadi lengkap jika
disertai dengan informasi yang diberikan penjual mengenai solusi atas
masalah pembeli yang bisa didapatkan dari produk yang ditawarkan
tersebut, atau produk-produk turunannya sebagai pelengkap.
Pemacu Inovasi. Jika pelaku bisnis berfokus pada produk, maka ketika
teknologi yang menyertai produk menjadi usang, habislah riwayat
bisnis produk yang dibangun. Tetapi, jika fokus diarahkan pada
informasi atas solusi pelanggan, maka produk-produk yang dihasilkan
tidak akan pernah usang, karena perusahaan dipacu untuk berinovasi
merespons berbagai perubahaan kebutuhan pasar serta perkembangan
teknologi yang ada. Jika produk yang satu sudah usang, maka
perusahaan akan terpacu untuk berinovasi memproduksi produk-produk
baru yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Ingin sukses di era pengatahuan (knowledge era), jadikanlah
pengetahuan tersebut fokus bisnis Anda, untuk membuat Anda tampil
beda.
Selamat mencoba.

No comments:

Post a Comment