Wednesday, August 09, 2006

"It's Now or Never!"

Oleh:
Roy Sembel,
Direktur MM Finance and Investment, Universitas Bina Nusantara
(www.roy-sembel.com),
Sandra Sembel,
Direktur Utama Edpro (Education for Professionals),
edpro@cbn.net.id

It's Now or Never (Sekarang atau Tidak Sama Sekali). Ini memang
seperti judul sebuah lagu Zadul (baca: zaman dulu). Tetapi ternyata
kalimat pendek ini mengandung banyak petuah yang bisa kita renungkan
dan praktikkan.

Mengapa harus sekarang? Ada banyak manfaat yang dapat kita petik jika
kita mau mulai sekarang.
Kesempatan. Every opportunity is a golden opportunity. Tiap
kesempatan adalah peluang emas. Kita tidak pernah tahu apakah
kesempatan sekarang akan lebih buruk atau lebih baik dari kesempatan
berikutnya. Jadi, jika mendapat atau melihat kesempatan untuk
mencetak prestasi, meraih keuntungan, ataupun mendapat manfaat
positif dari apa yang ditawarkan sekarang, mengapa tidak kita coba?
Paling tidak kita tidak akan menyesal karena telah mencobanya. Jika
ternyata dugaan kita meleset, kita bisa meraih kesempatan berikutnya.
Tapi, jika dugaan kita benar, kita telah berhasil mendapat manfaat
dari kesempatan tersebut, dan jika ada kesempatan lain, kita bisa
menambah perolehan manfaat dari kesempatan baru lagi.
Selain itu, dengan mengambil kesempatan sekarang, jika ada kesempatan
lain berikutnya, kita bisa membandingkan kesempatan yang datang
dengan kesempatan yang telah kita manfaatkan, sehingga kita bisa
membuat keputusan lebih bijak.
Pengalaman. Pengalaman adalah guru yang paling efektif. Semakin awal
kita memulai atau melakukan sesuatu, semakin banyak pengalaman yang
bisa kita gali, semakin banyak pula manfaat dan pelajaran yang bisa
kita petik dari pengalaman tersebut. Pelajaran dari pengalaman ini
tentunya akan sangat berguna bagi kita untuk mengambil keputusan
penting di masa yang akan datang. Misalnya: Miftah mendapat
kesempatan magang tanpa dibayar di toko pamannya sebagai pemegang
buku. Miftah tidak menyia-nyiakan tawaran ini. Walaupun ia
tidak "dibayar" dengan uang, ia tidak mempermasalahkannya. Miftah
yang baru saja lulus dari akademi perbankan menerima tawaran ini.
Sambil bekerja ia juga mengajukan lamaran kerja di tempat lain. Dalam
lamaran ini ia menuliskan pengalamannya bekerja sebagai pemegang buku
di perusahaan sang paman. Miftah akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik dengan bermodalkan pengalaman kerja satu tahun di
perusahaan sang paman. Pengalaman kerja ini menjadikannya kandidat
yang lebih baik dari pelamar lain yang belum punya pengalaman kerja.
Uang. Waktu adalah uang. Semakin banyak waktu yang kita habiskan
untuk "menunggu" kesempatan yang baik, semakin banyak potensi untuk
mendapatkan "uang" yang terbuang. Misalnya: Manuela kehilangan
pekerjaan ketika krisis besar melanda perekonomian Indonesia di awal
tahun 2000. Beberapa tawaran pekerjaan sudah diperolehnya, tetapi ia
selalu ragu untuk mengambilnya karena gaji tidak sebesar yang
diinginkan, tempat terlalu jauh, jenis pekerjaan kurang diminati,
atau alasan lainnya. Akibatnya, sampai sekarang pun Manuela
masih "menunggu" pekerjaan yang dianggap paling pas untuknya. Padahal
jika ia mencoba saja salah satu pekerjaan yang ditawarkan, tentu ia
sudah bisa banyak menimba pengalaman, dan yang pasti dapat uang dari
hasil kerjanya. Pengalaman ini bisa ia masukkan dalam CV-nya untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi di masa mendatang.

"What Now?"
Okay, sekarang kita telah yakin bahwa "sekarang"lah waktu yang tepat
untuk memulai sesuatu. Lalu, apa yang harus kita mulai? Masih
bingung? Banyak yang bisa Anda lakukan sekarang. Beberapa diantaranya
adalah yang berikut.
Kebiasaan Baik. Hasil yang baik diperoleh dari kebiasaan yang baik.
Jadi, jika kita ingin meraih sukses, mulailah sekarang untuk
membiasakan diri melakukan kebiasaan-kebiasaan positif yang bisa
menelurkan sukses. Mungkin saja kebiasaan positif ini pada mulanya
sulit dilakukan atau bahkan tidak menyenangkan untuk dilakukan. Namun
demikian, bukan senang atau tidak senang yang jadi pilihan, tetapi
penting atau tidak penting untuk dilakukan. Prinsip ini juga didukung
oleh Albert Gray, dalam pidatonya pada sebuah seminar di Amerika
Serikat: "Successful people form habits of doing things that failures
don't like to do. They don't like them either, but their disliking is
subordinated by the strength of their purpose". (Orang sukses
membentuk kebiasaan yang tidak disukai oleh mereka yang gagal. Orang
sukses ini mungkin juga tidak menyukai kebiasaan tersebut, tetapi
rasa tidak suka ini berhasil dikalahkan oleh kekuatan tujuan yang
telah mereka tetapkan).
Contoh: Disiplin dalam waktu merupakan salah satu kebiasaan positif
orang-orang sukses. Mereka menetapkan target hasil, dan dengan
disiplin dalam waktu mewujudkan target yang telah ditetapkan. Untuk
itu, mereka membiasakan diri untuk secara reguler menyediakan waktu
menuliskan rencana kerja (tahunan, per semester, per bulan, per
minggu, ataupun per hari). Rencana kerja disusun berdasarkan
prioritas (mana yang paling penting dalam menunjang tercapainya
target yang telah ditetapkan).
Karya Terbaik. Karya terbaik tidak bisa diukur dengan uang. Jadi,
apapun pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita, kita perlu
melakukan yang terbaik (tidak perlu menunggu sampai ada orang yang
mau menghargai karya kita dengan nilai yang tinggi). Orang lain akan
menghargai jika mereka sudah melihat hasil kerja kita. Jika kita
hanya menunggu kompensasi terlebih dulu sebelum menunjukkan karya
terbaik, orang tidak akan mudah percaya pada kita karena kita belum
bisa memberikan bukti bahwa apapun yang kita lakukan adalah yang
terbaik. Sebaliknya, jika kita selalu melakukan dan menunjukkan hasil
karya terbaik mulai sekarang, maka orang akan percaya akan kualitas
kerja kita yang prima, sehingga mereka nantinya tidak akan segan
untuk memberikan kompensasi yang tinggi juga untuk karya kita yang
berikutnya.
Prinsip ini juga dipegang teguh oleh Walt Disney, kaisar dunia
hiburan. Dalam bisnis hiburan, para pemain biasanya sangat fokus pada
uang untuk menghasilkan karya dengan kualitas terbaik. Tidak demikian
dengan Disney. Dari awal, Disney mengedepankan kualitas terbaik di
atas uang. Hasilnya? Setiap produk hiburan yang diluncurkan Disney
selalu mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, dan tentu saja
sambutan ini mempersembahkan pemasukan uang yang luar biasa juga.
Investasi Kebaikan. Utang budi dibalas budi. Ini kata pepatah kuno.
Pepatah ini agaknya tidak berlaku lagi sekarang. Kita tidak perlu
menunggu sampai kita punya utang budi baik sebelum kita melakukan
kebaikan. Justru biarkanlah kita membuat orang lain "berutang" budi
baik pada kita. Dengan demikian, kita bisa membina hubungan baik
dengan mereka dan merekapun akan dengan senang hati membantu kita
tanpa kita minta, atau merekomendasikan kita pada orang lain untuk
membantu kita, juga tanpa kita minta. Investasi pada perbuatan dan
hubungan baik juga diterapkan oleh Oprah Winfrey. Dalam perjalanan
karirnya, Oprah tidak pernah menunda untuk selalu berinvestasi
kebaikan pada orang-orang sekitarnya. Kebiasaan ini jugalah yang
memberinya inspirasi untuk memulai program TV nya yang terkenal "The
Oprah Winfrey Show" yang menjadikannya salah satu orang terkaya di
dunia. Dengan investasinya pada kebaikan, banyak orang merasa
tertolong dan mendapat manfaat setiap kali menonton acara ini. Orang-
orang inipun merekomendasikan acara ini pada teman, kerabat mereka.
Hasilnya: Acara TV Oprah mendapat peringkat tinggi di dunia
pertelevisian.
Investasi Finansial. Seorang teman kami baru saja membeli rumah
seharga Rp. 1,5 milyar. Apa kehebatan teman ini? Ia bukanlah pimpinan
perusahaan. Ia juga bukan pemilik usaha. Ia juga tidak mendapat
warisan (orang tua masih lengkap) ataupun memenangkan undian. Lalu,
dari mana ia mendapatkan uang begitu banyak? Apakah ia ikut-ikutan
melakukan korupsi? Karena kagum, penulis menanyakan rahasia "kekayaan
finansial"nya tersebut?
Jawabannya sebenarnya tidak terlalu mengejutkan: dari uang
investasinya dalam asuransi. Sejak muda (ketika ia masih berada di
usia 25an), ketika ia baru saja masuk dunia kerja, ia sudah
berinvestasi dalam beberapa asuransi yang mempunyai fitur tambahan
sebagai tabungan. Setelah sepuluh tahun masa `menabung' berlalu,
sebagian uang asuransi yang telah beranak pinak dicairkan—sebagian
diinvestasikan lagi dalam asuransi dan sebagian dalam rumah. Uang
yang diperoleh dari asuransi dan penjualan rumah yang nilainya juga
sudah berlipat, diinvestasikan kembali dengan cara yang sama. Lambat
laun, jumlah rumah yang dimiliki makin banyak dan dana investasi
dalam asuransinya juga makin meningkat, sampai akhirnya ia bisa
membeli rumah dengan harga yang "wah" pada usia yang masih relatif
muda (40 tahunan).
Mewujudkan Mimpi. Ingin beli rumah, mobil, laptop tercanggih; ingin
memulai usaha sendiri; ingin berkeliling dunia? Mengapa tidak kita
coba mulai sekarang untuk mewujudkannya. Untuk mewujudkan mimpi
tersebut, apa yang kita perlukan? Informasi, uang, dukungan moril,
tenaga? Nah, paling tidak kita bisa memulai dengan mendata apa yang
kita perlu lakukan untuk mewujudkan mimpi tersebut. Setelah data kita
peroleh, kita bisa menyusun rencana untuk memulai mengumpulkan atau
melakukan hal-hal yang kita perlukan tersebut sekarang.
Tanpa kita sadari, dengan disiplin diri yang tinggi, satu persatu
mimpi kita dapat wujudkan.
Seorang pekerja bangunan yang sederhana mempunyai "mimpi" yang
bersifat rohani yang luar biasa, yaitu mendoakan orang-orang yang
disekitarnya yang belum bertobat agar bertobat dan kembali ke jalan
yang benar. Untuk itu, ia tidak menunda perwujudan mimpi. Ia berguru
pada banyak orang untuk mempersiapkan diri dan sesuai dengan usulan
pemuka agama yang menjadi penasehatnya, ia lalu membeli buku dan
membuat dua kolom: Kolom pertama berisi nama-nama orang yang akan
didoakannya, sedangkan kolom kedua berisi tanggal orang tersebut
bertobat. Setelah 40 tahun masa berlalu, hasilnyaluar biasa: daftar
nama yang telah didoakan dan telah bertobat mencapai ribuan orang
(sekitar 2000 orang lebih).
Apakah prinsip "Lakukan Sekarang" ini sudah menjadi atau akan kita
jadikan prinsip hidup kita? Kita harus segera memutuskannya sekarang.
Alasannya sederhana: It's Now or Never. Jadi, jika ada pilihan untuk
memulai sekarang, mengapa kita harus menunggu untuk memulai nanti?
Selamat mencoba.

Mau Bikin Apa Lagi

Saya Selalu Bermimpi, Mau Membuat Bisnis Apalagi?
Bisnis supermarket atau swalayan, memang saat ini sedang trend.
Banyak pihak yang mencobanya. Barangkali bisnis ini menjanjikan
untung besar. Tapi yang jelas, permintaan konsumen akan kebutuhan
pangan dan sandang terus meningkat dan belum bisa dipenuhi oleh
swalayan yang ada.

Sebagai entrepreneur, saya ikut mencobanya. Saya beri nama Pro Market
Swalayan. Saya gulirkan awal Desember 2001 lalu. Sebenarnya, tujuan
saya mendirikan Pro Market Swalayan bukan semata-mata mencari untung
atau membuat diri saya 'kaya' secara pribadi. Bukan itu. Tapi, saya
berharap kehadiran Pro Market Swalayan akan menciptakan 'kekayaan'
baru, yaitu akan banyak menciptakan lapangan kerja baru. Pertimbangan
lain adalah Pro Market Swalayan bukan semata-mata hanya sebagai
ritel saja, tapi juga bisnis properti. Adanya Pro Market Swalayan
juga akan menaikan harga property di sekitarnya. Jadi ada dampak
positif pada lingkungannya. Lihat saja, ketika pagi hari disekitar
jalan Diponegoro sibuk dengan kegiatan perkantoran, perbankan dan
bisnis lainnya, tapi begitu malam tiba, suasana jalan pusat kota
Yogyakarta ini terlihat sepi, seolah tak ada kegiatan bisnis
sekalipun masih terlihat sejumlah pedagang kaki-lima.

Atas pertimbangan itulah, yang menguatkan tekad saya dan memberikan
keyakinan bahwa saat sekarang inilah saya perlu mencoba bisnis ritel
ini. Apalagi, saya melihat, belum ada swalayan besar di sekitar jalan
P. Diponegoro Yogyakarta. Nah begitu, saya buka Pro Market, ternyata
suasana jalan ini di malam hari menjadi 'hidup'. Jalan menjadi lebih
ramai, dan saya yakin akan memancing pengusaha lain untuk ikut
meramaikan dengan bisnis-bisnis lainnya.

Peluang bisnis ritel ini memang masih menganga. Keuntungannya sangat
menantang, tak kalah dibandingkan dengan bisnis lainnya. Tapi,
lantaran bisnis ini bagi saya masih relatif baru, maka ketimbang
buntung, saya lebih baik mencari mitra bisnis yang profesional di
bidangnya. Sebab, bagaimanapun juga, kalau bisnis dikelola secara
profesional tak mustahil akan menjadi core bisnis baru dalam kelompok
bisnis grup Primagama. Sekalipun sesungguhnya bisnis ini tak mudah,
namun berbekal optimisme saya yakin, Pro Market Swalayan akan
berkembang.

Terus terang, optimisme itulah yang membuat saya yakin semakin
percaya diri. Semula saya tak yakin bisnis baru ini muncul, karena
saya memang tak punya pengalaman. Tapi berbekal pengalaman saya
membuka restoran Padang Prima Raja, yang juga sama sekali tak ada
pengalaman tapi akhirnya berhasil saya wujudkan, maka jiwa
entrepreneur saya pun tergerak juga untuk mewujudkan Swalayan ini.
Dan, akhirnya terwujud juga. Sekalipun untuk suksesnya bisnis ini,
waktu jualah yang akan membuktikannya.

Memang, seusai membuka bisnis ritel pertama ini saya sempat diledek
oleh teman-teman pengusaha maupun relasi lainnya. "Mau bikin
apalagi?" Tanya mereka. Mendengar pertanyaan itu, saya tersenyum.
Tapi yang jelas, dalam benak saya sesungguhnya masih ada mimpi lain
yang belum terwujud sampai sekarang ini. Misalnya, ingin punya hotel.
Tapi terkadang muncul keinginan lain lagi, yaitu punya lapangan golf.
Tapi itu semua memang baru mimpi, bolehkan? Saya kira, begitu juga
anda pasti punya mimpi yang tinggi. Namun yang terpenting dari semua
ini adalah sebagai pengusaha kita ingin menciptakan banyak lapangan
kerja dengan kita mengembangkan bisnis.

No comments:

Post a Comment