Thursday, September 28, 2006

"Uang Korupsi Itu Merusak Anak Saya"
Jamil Azzaini - Kubik Leadership

Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa korupsi di
Indonesia sudah terlalu
besar dan diluar kontrol. Korupsi sudah merasuki semua sendi kehidupan dan
telah terjadi baik
di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Pernyataan presiden yang disampaikan pada acara Presidential Lecture di
Istana Negara
pada Rabu, 2 Agustus 2006, itu mengisyaratkan bahwa pemberantasan korupsi
di Indonesia
masih jauh dari harapan.

Kendati pelaku korupsi tampak tak terjamah, tapi yakinkah kita bahwa
mereka benar-benar
lolos dari jerat hukum? Ngomong-ngomong soal korupsi saya ingin berbagi
cerita.

Suatu hari, saya diundang untuk berbicara di depan staff dan pimpinan
sebuah perusahaan ternama.
Pada kesempatan tersebut saya berbicara tentang "hukum kekekalan energi",
yang intinya,
menurut hukum kekekalan energi dan semua agama, apapun yang kita lakukan
pasti akan dibalas
sempurna kepada kita di dunia. Dengan kata lain, apabila kita melakukan
"energi positif"
atau kebaikan maka kita akan mendapat balasan berupa kebaikan pula.
Begitu pula bila kita melakukan "energi negatif" atau keburukan maka
kitapun akan
mendapat balasan berupa keburukan pula.

Ketika sesi tanya jawab, salah seorang pimpinan di perusahaan itu
mengkritik pedas
"hukum kekekalan energi". Walau saya sudah menjelaskan dengan beragam
argumen ilmiah
dan contoh-contoh dalam kehidupan nyata, dia tetap tidak yakin.
Sampai kami berpisah, kami masih pada pendapat masing-masing.

Tujuh bulan berlalu, pimpinan itu tiba-tiba menelpon saya.
"Pak Jamil, saya ingin bertemu anda," ujarnya singkat.

Karena penasaran, undangan dari beliau saya prioritaskan.
Singkat kata, pada waktu dan tempat yang telah disepakati kami bertemu.

Rupanya beliau tiba lebih dulu di tempat kami janjian.
Begitu saya datang, beliau segera menyambut dengan sebuah pelukan erat.
Cukup lama beliau memeluk saya. "Maafkan saya pak Jamil.
Maafkan saya," ucapnya, sambil terisak dan terus memeluk saya.
Karena masih bingung dengan kejadian ini saya diam saja.

Setelah kami duduk, beliau membuka percakapan.
"Saya sekarang yakin dengan apa yang pak Jamil dulu katakan.
Kalau kita berbuat energi positif maka kita akan mendapat kebaikan dan
bila kita berbuat energi negatif maka pasti kita akan mendapat keburukan,"
ujarnya.

"Bagaimana ceritanya sekarang kok bapak jadi yakin?" tanya saya.

"Selama saya menjabat pimpinan di perusahaan itu,
saya menerima uang yang bukan menjadi hak saya. Semuanya saya catat.
Jumlahnya lima ratus dua puluh enam juta rupiah," katanya.

Sembari menarik napas panjang beliau melanjutkan bercerita.
Kali ini tentang anaknya.

"Anak saya sekolah di Australia. Karena pengaruh pergaulan, dia terkena
narkoba.
Sudah saya obati dan sembuh. Ketika liburan, dia ke Amerika dan Kanada.
Tidak disangka, disana dia bertemu dengan teman pengguna narkobanya ketika
di Australia.
Anak saya sebenarnya menolak menggunakan lagi.
Namun dia dipaksa dan akhirnya anak saya kambuh lagi, bahkan makin parah,
pak."
Selama bercerita, beliau tak henti mengusap pipinya yang basah
dengan air mata yang terus meleleh seperti tak mau berhenti.

"Pak Jamil tahu berapa biaya pengobatan narkoba dan penyakit anak saya?
" Tanpa menunggu jawaban saya, lelaki separuh baya itu berkata lirih,
"Biayanya lima ratus dua puluh enam juta rupiah.
Sama persis dengan uang kotor yang saya terima, pak!"

Beliau tertunduk dan menggeleng-gelengkan kepala disertai isak tangis yang
makin keras.
Dengan terbata lelaki itu berkata, "Uang korupsi itu telah merusak anak
saya, pak.
Saya menyesal. Saya bukan orang tua yang baik. Saya telah merusak anak
saya, pak!"

Saya peluk erat lelaki itu. Saya biarkan air matanya tumpah. Tangisnya
semakin keras....

Wahai saudara, haruskah menunggu anak kita menjadi pengguna narkoba
dan sakit untuk berhenti korupsi?


Keterangan Penulis:
Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku
Best Seller KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan
Hidup.

No comments:

Post a Comment