Monday, September 18, 2006

Cermin yang Terlupakan

Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith,
mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak
mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak
mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.

Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang
tidak dibutuhkan lagi. Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual,
mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang.
Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai
hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan.
Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan
tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun
karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak
mereka kembalikan. Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua
puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah
lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan
meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka
penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka
jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga,
buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang
sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith.
"Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai
tadi. Mrs. Smith tercengang.

"Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda
sungguh ingin membelinya?" katanya.

"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs.
Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun
sangat
mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm .... anda bisa membeli
cermin itu untuk satu dolar."

Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik
selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith. "Terima
kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu
dibungkus?" "Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa
pulang." jawab si pembeli.

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan
meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas
pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan
pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya. Bingkai cermin
itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama
ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu! "Ya,
tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira.
Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa
pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas
daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita
merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita
melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun
pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi bekerja, pulang
sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis
dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan
tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya
hidup kita.

Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup
kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup
kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.

Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?

Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?

Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari
nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan
hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak. Sebab itu, marilah kita
mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari
kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih banyak, mengenal orang lebih baik.
Mari kita melakukan sesuatu yang baru.
Mari kita membuat perbedaan!

Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan.
Dan semua hasrat - keinginan adalah buta , jika tidak di sertai pengetahuan .
Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak di ikuti pelajaran .
Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak di sertai cinta .

No comments:

Post a Comment