Thursday, March 29, 2007

"GAJI TINGGI BUKAN SEGALANYA"

"GAJI TINGGI BUKAN SEGALANYA"

Mengapa perputaran karyawan tinggi walaupun remunerasinya di atas rata-rata? Uangkah pemicunya? Atau ada faktor lain yang menentukan
kesetiaan mereka?

Akhir tahun lalu, Lesmana, seorang teman lama yang ahli dalam pengembangan bisnis telekomunikasi mendapatkan tawaran dari sebuah
perusahaan multinasional untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia
...
Dia tertarik dan memutuskan untuk bergabung. Dia telah banyak mendengar tentang pimpinan perusahaan ini, yang sering diberitakan
sebagai pemimpin visionaris dan legendaris.

Gaji Lesmana besar, perlengkapan kantornya mutakhir, teknologinya canggih, kebijakan SDM-nya pro-karyawan, kantornya megah di daerah
segitiga emas, bahkan kantinnya menyajikan makanan yang lezat dan murah. Dua kali dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan. "Proses
pembelajaran saya adalah yang tercepat di sini,"kata Lesmana "Sungguh menakjubkan bekerja dengan dukungan teknologi mutakhir seperti di
perusahaan ini".

Siapa nyana dua minggu lalu, belum genap tujuh bulan bekerja di perusahaan itu, dia mengundurkan diri. Lesmana belum mendapatkan
tawaran pekerjaan lain, tapi dia tidak sanggup lagi bertahan di sana.

Belakangan, sejumlah karyawan di divisi yang sama dengannya ikut resigned. Direktur utama perusahaan itu pun merasa tertekan karena
perputaran (turnover) karyawan sangat tinggi. Cemas memikirkan biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk alokasi dana pelatihan
karyawan. Ia juga bingung lantaran tidak tahu apa gerangan yang terjadi. Mengapa karyawan yang bertalenta bagus ini mengundurkan diri,
padahal gajinya sudah cukup tinggi?

Lesmana resigned karena beberapa alasan. Alasan ini juga yang menyebabkan sebagian besar karyawan lain yang bertalenta tinggi
akhirnya mengundurkan diri.

Beberapa survey membuktikan bahwa jika anda kehilangan karyawan berbakat, periksalah atasan langsung mereka.

Si atasan adalah alasan utama karyawan tetap bekerja dan berkembang dalam suatu perusahaan.

Namun dia jugalah yang menjadi alasan utama mengapa para karyawan berhenti dari pekerjaannya, membawa pergi pengetahuan, pengalaman dan
klien mereka. Bahkan tidak jarang selanjutnya secara terang-terangan berkompetisi dengan perusahaan bekas tempatnya bekerja.

"Karyawan meninggalkan manajernya bukan perusahaannya,"kata para ahli SDM. Begitu banyak uang yang telah dikeluarkan untuk tetap
mempertahankan karyawan berbakat, baik dengan memberikan gaji lebih tinggi, bonus ekstra maupun pelatihan mahal. Namun pada akhirnya,
perputaran karyawan kebanyakan disebabkan oleh manajer/pimpinannya, bukan oleh hal lain.

Jika anda mengalami masalah turnover , maka pertama-tama periksalah kembali para manajer anda. Apakah mereka biang keladi yang membuat
para karyawan tidak betah?.

Pada tahap tertentu, karyawan tidak lagi melihat jumlah uang yang ia dapatkan, tapi lebih kepada bagaimana mereka diperlakukan dan seberapa
besar perusahaan menghargai mereka..

Kedua hal ini umumnya tergantung dari sikap para pimpinan terhadap mereka. Dan sejauh ini, bekerja dengan atasan yang buruk sering
dialami oleh para karyawan yang bekerja dengan baik.

Survey majalah Fortune beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa 75% karyawan menderita karena berada di bawah atasan yang menyebalkan.
Dari seluruh penyebab stress ditempat kerja, seorang atasan yang jahat mungkin adalah hal yang terburuk, yang secara langsung akan
mempengaruhi kinerja dan mental para karyawan. Simak saja kisah yang dikutip langsung dari" medan perang" ini.

Mulya seorang insinyur, masih bergidik saat membayangkan hari-hari dimana ia dimaki-maki bos di depan staf lainnya. Atasannya itu sering menghina dengan kata-kata yang kasar. Waktu menghadapi hal menakutkan itu, Mulya praktis tak punya nyali untuk menjawab. Ia kembali ke rumah dengan perasaan tidak keruan dan mulai menjadi kasar seperti sang atasan. Bedanya kekesalan ini dilampiaskan ke istri dan anak-anaknya, kadang juga ke anjing peliharaannya. Lambat laun, bukan pekerjaan Mulya saja yang kacau balau, pernikahan dan keluarganya pun hancur berantakan.

Nasib Agus juga setali tiga uang. Menceritakan "penyiksaan" yang dilakukan oleh bosnya gara-gara ada perbedaan pendapat yang tidak terlalu penting antara keduanya. Atasan Agus benar-benar menunjukkan rasa tidak suka terhadapnya. Ia tidak lagi diikut-sertakan dalam pengambilan keputusan. "Bahkan dia tidak lagi memberikan saya dokumen maupun pekerjaan baru," keluh Agus. "Sangat memalukan duduk di depan meja kosong tanpa tahu apapun dan tidak seorangpun yang membantu saya". Lantaran tidak tahan lagi, lalu Agus mengundurkan diri.

Para ahli SDM mengatakan, dari segala bentuk kekerasan, tindakan memperlakukan karyawan ditempat umum adalah yang terburuk.

Pada awalnya, si karyawan mungkin tidak langsung mengundurkan diri, akan tetapi pikiran itu sudah tertanam. Jika kejadian terulang lagi, pikiran tersebut akan semakin kuat. Dan akhirnya, pada kejadian yang ketiga, karyawan itu akan mulai mencari pekerjaan lain.

Ketika seseorang tidak bisa membalas kemarahannya, ia akan melakukan pembalasan "pasif".

Biasanya dengan cara memperlambat pekerjaan, berleha-leha, hanya melakukan pekerjaan yang disuruh atau menyembunyikan informasi penting. "Jika anda bekerja untuk orang yang menyebalkan, pada dasarnya anda ingin orang itu mendapat kesulitan. Jiwa dan pikiran kita tidak menyatu lagi dengan pekerjaan kita," papar Agus.

Para manajer bisa menekan bawahan melalui beragam cara. Misalnya dengan mengontrol bawahan secara berlebihan, curiga, menekan, terlalu
kritis, bawel dan sebagainya.

Namun para atasan tersebut tidak sadar bahwa karyawan bukan merupakan aset tetap, mereka adalah manusia bebas .

Jika ini terus berlanjut, maka seorang karyawan akan mengundurkan diri, walau tampaknya cuma karena masalah sepele saja.

Bukan pukulan ke-100 yang menjatuhkan seseorang, tapi 99 pukulan yang diterima sebelumnya .

Memang benar, karyawan meninggalkan pekerjaannya karena bermacam alasan untuk kesempatan yang lebih baik atau kondisi yang tidak memungkinkan lagi. Namun banyak yang semestinya tetap tinggal jika tidak ada satu orang (seperti atasan Lesmana) yang terus-menerus mengatakan," Kamu tidak penting, saya bisa dapat lusinan orang yang lebih baik dari kamu!".

Kendati tersedia segudang pekerjaan lain (terlebih dalam keadaan pengangguran tinggi sekarang ini), bayangkanlah sesaat, berapa biaya atas hilangnya seorang karyawan yang bertalenta tinggi.

Ada biaya yang harus dibayar untuk mencari pengganti, ada biaya pelatihan bagi pengganti karyawan tersebut. Belum lagi akibat yang ditimbulkan karena tidak ada orang yang mampu melakukan pekerjaan itu saat calon pengganti sedang dicari, kehilangan klien dan kontak yang dibawa pergi karyawan yang hengkang, penurunan moral karyawan lainnya, hilangnya rahasia penjualan dari karyawan tersebut yang seharusnya diinformasikan ke karyawan lainnya, dan yang terutama turunnya reputasi perusahaan. Lagi pula,setiap karyawan yang pergi, bagaimanapun juga akan menjadi "duta" untuk mewartakan hal yang baik maupun yang buruk dari perusahaan itu .

Kita semua tahu suatu perusahaan telekomunikasi besar yang orang-orang ingin sekali bergabung, atau suatu bank yang hanya sedikit orang ingin menjadi bagiannya. Mantan karyawan kedua perusahaan ini telah keluar untuk menceritakan kisah pekerjaannya.

"Setiap perusahaan yang berusaha memenangkan persaingan harus memikirkan cara untuk mengikat jiwa setiap karyawannya," kata Jack Welch mantan orang nomor satu di General Electric.

Umumnya nilai suatu perusahaan terletak "diantara telinga" para karyawannya.

Karyawan juga manusia, punya mata, punya hati, punya pikiran dan punya rasa malu serta harga diri .....

JUNIUS LEE,CEO & Managing Consultant
JCI Kimberley Executive Search International
(Recruitment Consultants)
----------------------------------------------------------------------





















Edy Chandra : "Conclusion of My Mind"

Karyawan yang punya tanggung jawab tinggi (banyak kerjaannya) harus mempunyai balasan (salary) yang sesuai dengan load kerjaan, contohnya Manajer , tentu dia punya gaji di atas rata-rata karna kerjaannya dengan tanggung jawab lebih besar dan otomatis STRESS yang lebih tinggi juga, tetapi kalau untuk bawahan gmana dong? kerjaan bisa kasih banyak akan tetapi gaji juga harus sesuai dong, biarpun title-nya adalah karyawan/staff dan bukan manajer karna harus ada timbal balik antara perusahaan dan karyawan ( KEPUASAN dalam manajemen SDM )


Turnover yang sangat tinggi itu bukan karna karyawan, tetapi yang harus di liat adalah manajemennya juga, manajemen yang tidak bagus akan mempengaruhi kinerja karyawan, perubahan itu selalu di butuhkan , sistem kerja harus ada.

Kita harus melihat sesuatu yang berbeda dengan belajar dari Iklan A-MILD - "Yang Muda Yang Gak Dipercaya", iklan ini sangat bagus dan boleh di katakan menjadi SINDIRAN bagi semua perusahaan yang ada, mengapa? karna konsep pemimpin yang ada pada Indonesia yang pada umumnya "YANG MUDA YANG GAK DIPERCAYA" sehingga Manajemen lebih percaya sesuatu kepada mereka yang lebih tua (mungkin secara emosional tetapi orang yang sudah mengerti manajemen, emosional selalu bisa di kontrol kecuali orang yang tidak mau tahu tentang hal itu) , bagi saya mengapa yang muda tidak di kasih kesempatan kalau emang lebih bagus di banding mereka yang tua? karna UMUR dan PENGALAMAN kah? biarpun itu penting tetapi jangan lupa KREATIF itu selalu berbeda, menurut saya anak muda sekarang punya KREATIF yang di atas rata-rata biarpun pengalaman masih kurang , PENGALAMAN bisa dapatkan dari kehidupan dan kerjaan serta bertambah umur seseorang, tetapi KREATIF itu selalu berbeda.


Turnover perlu di perhatikan juga, karna ini akan menjadi bumerang dari suatu perusahaan, perusahaan yang turn over tinggi perlu di perhatikan sekali karna perusahaan tersebut akan menghadapi masalah yang besar (misalnya : ketidakseimbangan yang akan membuat perusahaan merugi lebih besar di banding biaya untuk mengaji karyawan selama 1 tahun, baca saja artikel CEO Sharrow Groups) karna seperti artikel di atas "NAMA PERUSAHAAN akan ikut HITAM" kemudian di lihat dari sisi MANAJEMEN, orang yang suka melakukan pergantian pekerjaan
(kutu loncat) adalah mereka yang hanya melakukan "TRAINING" di perusahaan mereka, tetapi sebenarnya bukan masalahnya di situ saja, karyawan memerlukan satu manajemen yang baik, karyawan jangan di jadikan "SUPERMAN SERBA BISA" karna setiap orang mempunyai batasan yang berbeda.

Manajemen Perusahaan yang
professional akan membuat setiap karyawannya menjadi PROFESSIONAL dalam kerjaan mereka, membuat mereka lebih gampang terhadap sesuatu kerjaan, membuat seseorang menjadi professional tidak gampang , tetapi itu akan menjadi tantangan bagi setiap perusahaan yang bagus, ada beberapa perusahaan karna masalah Operational Cost, biasanya suka merangkap kerjaan-kerjaan karyawan sehingga kerjaan karyawan (Job Desk yang mesti di kerjakan) lebih banyak terlantar karna mereka tidak di bimbing dengan professional tetapi malah membuat karyawan menjadi "SUPERMAN yang bisa segalanya", bukan berati bisa segalanya itu tidak bagus tetapi hal akan membuat karyawan tidak professional dan kerjaan menjadi makin terlantar serta tidak punya arah yang jelas, jadi bimbinglah karyawan anda secara professional dengan membagikan JOB DESK yang jelas, mereka akan kerja dengan PENUH KONSEN dan bagus serta cepat.

Hilangkanlah paradigma menyalahkan Karyawan kalau Turnover yang sangat tinggi karna yang perlu di perhatikan bukan saja karyawannya saja, tetapi ada apa dengan Manajemen Perusahaan , apa kepuasan karyawan sehingga mereka lebih nyaman, kenyamanan lingkungan kerja, sistem kerja, dan lain hal.


Hilangkan juga paradigma seperti iklan A-Mild "YANG MUDA YANG GAK DIPERCAYA" , INGAT paradigma perusahaan zaman sekarang juga sudah berbeda, turn over yang tinggi otomatis merubah paradigma perusahaan dalam menilai kutu loncat, kenapa ? loh kalau perusahaan tersebut mampu mengaji dan memberikan kepuasan serta karyawan tersebut memang punya skill yang di harapin oleh perusahaan, apakah perusahaan tersebut akan men-cap atau me-labelkan karyawan tersebut adalah karyawan Kutu loncat?dan perusahaan tersebut malah bisa mikir bahwa kemungkinan karna perusahaan dahulu tidak memberikan ataupun belum memberikan sesuatu yang di maukan oleh si Karyawan sehingga dia memilih hengkang dari perusahaan lama.

Dahulu perusahaan memikirkan kalau setiap karyawan yang royal adalah karyawan yang bertahan lebih dari 2-3 tahun tetapi sekarang royalitas terhadap perusahaan itu akan berubah, turnover yang tinggi akan membuat setiap perusahaan bersaing untuk mendapatkan staff or karyawan dengan KUALITAS SDM yang bagus sehingga akan membawa kemajuan yang pesat bagi perusahaan dengan adanya SDM BERKUALITAS maka otomatis PARADIGMA perusahaan tentang hal itu (kutu loncat) akan berbedam, coba lah mengerti karyawan dan apa kepuasan karyawan sehingga mereka merasa nyaman di dalam perusahaan dan juga otomatis mereka akan royal terhadap perusahaan.

Bayangkan saja mungkin saja perusahaan INDONESIA masih memerhatikan record or track kerjaan karyawan seberapa lama di perusahaan (pengalaman bertahan/bekerja dalam satu perusahaan) , tetapi trend untuk melihat pengalaman kerja di suatu perusahaan berapa lama? otomatis akan terubah seiring dengan perubahan paradigma perusahaan karna kadang-kadang SDM berkualitas tidak akan betah melihat Manajemen yang kacau, Manajemen dalam suatu perusahaan kacau, otomatis akan membuat karyawan memilih menjadi kutu loncat (loncat ke perusahaan baru yang lebih mengerti mereka) dan itu sangat menguntungkan perusahaan yang mempunyai MANAJEMEN yang mengerti karyawannya.

Sekian Cuap-cuap manajemen dan pikiran seorang anak muda seperti saya ....

Salam



Edy Chandra

"Yang Muda Yang Gak Dipercaya - Tanya Kenapa? "

No comments:

Post a Comment